Minggu, 29 November 2015

Lelaki yang menunggumu


Aku lelaki ujung gang yang menunggumu.
Menanti dengan jarum yang berjalan namun tak beranjak.
Menit demi menit berjalan, namun terasa terhenti tak berdetak.
Entah sudah berapa lama aku menunggumu
Entah sudah berapa gelas kopi yang ku habiskan
Namun menunggumu adalah sebuah hal yang menyenangkan
Perna sekali, aku melewatkan menunggumu: rasanya menyakitkan.
Aku seperti kehilangan waktuku
Aku seperti kehilangan sebuah hal yang seringkali ku lakukan.
Tahukah, dengan menunggumu aku dapat melihat sebuah senyuman.
Dengan menunggumu, aku tahu bahwa kau pulang dengan keadaan baik-baik saja
Namun, ketika ku melihatmu bersama dengan lelaki lain.
Hatiku rasanya teriris, seperti sebuah pisau menyahat hatiku.
Dunia ku runtuh
Hatiku hancur
Bumiku tak berpijak
Untuk pertama kalinya, aku lelah menungumu.
Untuk pertama kalinya, aku enggan menunggumu
Untuk pertama kalinya, aku berhenti menunggumu

Sebuah rasa yang engan terusir


Ketika ku coba menyusun apa arti kata luka.
Menguraikan berbagai kata yang terdapat kesedihan di dalamnya.
Membuat sebuah bukit yang seakan menyajikan keindahan namun berkabut.



Aku mencoba seakan menjadi bodoh.
Menyerahkan hati dan harapanku pada sebuah rasa yang nanti akan menyakitkan.
Jangan tanya, mengapa aku memberikannya. Karena cinta tak bisa terjabar dengan begitu saja.



Perlahan, biarkan waktu berhenti sejenak.
Membuatku merasakan apa arti luka.
Membuatku menikmati penyakit yang perlahan membunuh jiwa.
Membuatku tau akan hal lain selain kebahagiaan.



Aku mencintainya.

Mencintai mereka yang mengubah sebuah ruang hampa menjadi ruang menggema.
Namun ketahuilah, sebuah ruang tidak akan selalu menggema dengan indah.
Sebuah bising siap kapan saja menyapa.
Sebuah bising siap kapan saja mengacau.



Pertanda,

Aku yang terluka namun engan tuk pergi.