Senin, 06 Juli 2015

Lukamu.

Sewaktu atau mungkin sesekali.
Hatimu mungkin perna terjatuh di lubang yang terlalu dalam.

Hingga rasanya untuk merangkak keluarpun kau sulit.
Pengap... menyesakkan... dan gelap.

Merontah-rontah untuk mencoba keluar.
Namun sayang, tak seorangpun mendengarmu.

Hatimu terlalu hancur, hingga lukamu melebur menjadi kepingan kaca yang sulit diperbaiki

Kau tersenyum, namun sayang tak ada senyum manis yang terukir indah diwajahmu. Melainkan senyum menyedihkan yang mewakili rontahan hatimu.

Aku tau, kamu mencoba untuk menjadi kuat.
Aku tau, kamu mencoba membuat seakan semua baik-baik saja.

Aku ingin bertanya.
Apakah bisa, ketika kau tersenyum namun hatimu teriris?
Apakah bisa, ketika kau membuat semua seakan baik-baik saja padahal hatimu hancur.

Berlarilah kearahku.
Berdiamlah didalam pelukku.
Tumpahkan saja semua yang kau rasa.
Berbagilah denganku bila kelak kau tak sanggup menahannya sendiri.

Barangkali, aku bisa selalu menjadi tempat sandaranmu kelak ketika kau butuh nanti.

Minggu, 05 Juli 2015

Tak berarti

Aku suka menguburmu di dalam pasir. Dan ketika ombak datang ia menyapumu.
Bukan..
Bukan karena ku tak sayang atau kejam.
Hanya saja, bagiku kamu sudah seperti itu. Tak berarti.
Aku ingat dahulu kala, aku membanggakanmu seperti matahari pagi dan siangku.
Aku menginginkanmu seolah dunia tak mempunyai kamu yang lainnya.
Kamu memang berbeda, namun menyakitkan.
Kamu memang tak sempurna, tapi aku tak butuh yang lain.
Percayalah, kini kamu yang dulu sudah tak ada dihatiku.
Kamu bagaikan kalimat koma yang terkadang terabaikan.